Loading...
Rabu, 11 Oktober 2017

Menyuapi Harimau


Ingin berkunjung ke Taman Safari Indonesia (TSI) adalah cita-cita sejak kecil. Rasanya seperti memperoleh durain runtuh, ketika ada teman sekantor, pak Teguh, yang mengundang berkunjung ke TSI. Pak Teguh itu boleh dikata humasnya TSI, sehingga ia bisa merencanakan berbagai program kunjungan kepada masyarakat, pegawai, anak sekolahan, dan lain-lain. 

Pagi-pagi, saya bersama teman pak Dudu, sudah menyiapkan beberapa pakaian. Karena di TSI rencananya nginep. Pakaian tidur dimasukan ke dalam koper, termasuk busana bordir, karena rencananya ada pertemuan resmi dengan pengelola TSI. Jadi, saya harus berpakaian rapi.

Kami berjanji mau berangkat dari kantor di Tasikmalaya, dan diantar pakai mobil oleh teman lainnya menuju titik pertemuan, di suatu tempat menjelang pintu masuk jalan tol.

Beberpa puluh meter sebelum pintu tol Cileunyi, kami ganti mobil, dan meneruskan perjalanan ke Bogor. Sedangkan teman yang mengantar kami melanjutkan perjalanan menemui keluarganya di Bandung.

Singkatnya, kami tiba di taman safari sudah larut malam. Karena teman yang menjemput tadi di pintu gerbang tol suasananya sudah agak sore. Kami ditempatkan di kamar hotel di sekitar TSI. Beberapa menit kemudian kami mengganti pakaian dengan pakaian tidur. Sedangkan pakaian atau busana bordir dikeluarkan dari koper. Supaya esoknya ketika dipakai tidak kusut.

Esoknya, setelah sarapan pagi kami masuk ruang pertemuan dan mendapat penjelasan mengenai keberadaan taman safari Indonesia (TSI) dari manajer di sana. Ada sekitar dua jam dalam pertemuan itu, dan berakhir sekitar pukul 11.30 menjelang sholat Jum’at. Sekitar pukul 13.00, barulah dibawa keliling area taman safari menggunakan kendaraan milik TSI.

Diawali dengan melihat-lihat kandang gajah, petugas di sana membolehkan kami memberikan pisang kepada gajah-gajah yang masih liar. Sudah tentu pisang-pisang itu disediakan petugas, yang disimpan di dapur khusus. Ketika membawa beberapa buah apel, ingin rasanya melahap buah itu, tapi ya karena itu untuk hewan, jadinya malu juga kalau makan apel tadi. Akhirnya kami berikan apel itu kepada gajah.

Tidak jauh dari situ, ada pemandangan yang membuat kaget. Karena dalam kandang yang berukuran sekitar dua meter, ada mbak cantik petugas di sana masuk satu kandang dengan harimau. Nampak harimau itu sedang sakit dan mbak tadi dengan telaten menyuapi harimau dengan hati, yang dikerat kecil-kecil. Sedangkan harimau tadi dengan lemah memakan hati yang disuapin si mbak.

“Mbak boleh mengelus bulunya?” tanya saya.
“Boleh, tapi harus pelan-pelan jangan sampai membuat kaget, dan jangan mengusap ekornya,” kata si mbak. Setelang mengangguk kepala, saya pun mencoba mengelus bulu harimau yang sedang rebahan itu, karena sedang sakit. Menurut si mbak pula harimau itu belum termasuk harimau jinak. Mungkin karena sedang sakit nampkanya itu harimau jinak.

Beberapa jam kemudian, kami dibawa berkunjung ke kandang-kadang harimau Jawa, yang masih liar. Harimau-harimau itu berada di dalam kerangkeng dan tidak pernah dikeluarkan dari kandang. Bahkan pengunjung umum pun tidak diijinkan melihat kandang-kandang itu.


Lha, kalau harimau-harimau dan singa, yang dilepaskan dari kandang dan bisa dilihat oleh para pengunjung dari dalam mobil, kata teman saya, itu mah harimau dan singa sirkus atuh, yang sudah jinak. Kalau harimau yang masih ganas, buktinya tidak dipertontokan kepada umum dan berada dalam karantina selamanya.***

0 komentar:

Posting Komentar

 
TOP