Setengah
jam menjelang Jumatan, istri sudah menyediakan pakaian muslim. Sekenanya saya
mengenakan pakaian tersebut dan pergi ke mesjid. Namun, sepulangnya dari mesjid
baru sadar, nyatanya pakaian yang dikenakana adalah indah bordir busana muslim.
Bergegas
saya pinjam gadget istri dan memotret pakaian yang belum saya tanggalkan
tersebut. Kebayang? Benar, foto itu akan digunakan untuk imej pelengkap tulisan
saya di blog. Kali ini, saya menulis tentang indah bordir busana muslim.
Kalau
diperhatikan aneka busana bordir di Tasikmalaya banyak macam dan coraknya,
serta banyak pengusaha yang memproduksinya. Hanya saja, keterbatasan modal dan
akses pasar masih menjadi kendala bagi UKM bordir Kota Tasikmalaya. Namun
demikian, sejalan dengan perkembangan dan tuntutan pasar, nampaknya sentuhan
design bagi produk bordir dimasa yang akan datang perlu terus dikembangkan,
mengingat masih ada segmen pasar, khususnya kelas menengah atas yang belum
digarap secara optimal, sehingga para perajin lebih banyak bersaing dan
memperebutkan pasar kelas bawah.
Bagi para
pengusaha bordir yaitu Yadin Rusmin,
pengusaha bordir "Raisa Collection" di Kampung Lewosari Kelurahan
Bantarsari Kec. Bungursari, Yusup MHG pengusaha bordir "RAAI
Collection" asal Leuwianyar Cipedes, dan H Dedi Warso S Sos pengusaha
bordir "Ghesa Colection" asal Kampung Babakankupa, Desa Karangmekar,
Kec. Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya, pengaruh dari pengusaha asal China
sudah mulai terasa.
Sementara
itu, pengusaha bordir “Sollu Citra Muslim”, milik H Deden Hoerul Basjhor, DHB
mengungkapkan, saat ini kendala yang dihadapi perusahaannya yaitu modal makin
besar, sedangkan keuntungan semakin tipis, karena persaingan yang semakin
berat.
Untuk
meningkatkan kualitas bordir, para pengusaha sudah saatnya untuk melakukan kolaborasi.
Seperti diungkapkan Direktur Program Bandung Kreatif City Forum (BCCF), Tubagus
Fiki Satari, kalau berbicara bordir sudah tentu ada hubungannya dengan
aplikasi, seperti halnya sablon kaos. Bordir sementara ini juga dipakai untuk
jaket, dll, dan teman-temannya di Bandung sudah banyak menggunakan atau
mempunyai mesin-mesin bordir yang aplikasinya digunakan untuk produk-produk siap
pakai, atau street wear buat sektor distro.
"Tinggal
kita bagaimana bisa mensinergiskannya ke masalah pola (patern), yaitu pola-pola
yang biasa digunakan sehari-hari pada anak muda. Jadi, pola pakaiannya
dipadukan dengan design bordir itu sendiri. Ini, perlu ada semacam komunikasi
khusus, agar ada pendalaman tentang designnya, ada workshopnya, dan sebaginya.
Karena pekerjaan kami sehari-hari di bidang fashion belum memahami betul
potensi ragam patern, ragam model yang ada di bordir Tasikmalaya,"
katanya.
Hal itu
tinggal masalah kolaborasi antara pengusaha, pengrajin, designer, dan juga para
pakar, karena di pasar, lanjut Tubagus, ada level-levelnya yaitu ada produsen,
distributor, agen, dll. "Ya, kita perlu segera ada pembicaraan bersama
untuk mengembangkan bordir," katanya.***
0 komentar:
Posting Komentar