Busana muslimah bordir bunga banyak ditemui saat menghadiri
resepsi pernikahan tetangga. Kendati demikian tidak sedikit pula yang
mengenakan batik. Contohnya, pagar bagus (tim penerima tamu) mengenakan kain
batik. Tapi, pagar ayunya umumnya mengenakan kain brokat.
Diawali
perjalanan dari rumah bersama tetangga yang menggunakan kendaraan, kami
berangkat sekitar pukul 11.00. Karena dalam undangan tertulis pukul 11.00.
Artinya tamu undangan berkenan hadir sekitar jam itu datang pada resepsi
pernikahan. Biasanya acara ke dua mempelai mulai sekitar pukul 08.00 hingga
pukul 11.00. Dari acara akad nikah, serah terima, saweran, dan foto-foto
keluarga, termasuk acara tradisional si lengser.
Ketika tiba
di gedung ternyata acara belum selesai. Dari luar gedung masih terdengar acara
resmi penerimaan mang lengser. Untuk itu, kami menunggu di luar gedung bersama
ratusan tamu undangan lainnya, sambil ngobrol-ngobrol.
Satu jam
kemudian, para tamu undangan mulai antri hendak bersalaman dengan ke dua
mempelai dan masing-masing pasangan orangtua serta mertua dari ke dua belah
pihak. Tak lupa di antara waktu salaman itu kami memasukan ang pau ke kotak
yang sudah disediakan. Setelah itu barulah antri prasmanan.
Dari ribuan
tamu yang hadir, sebagiannya mengenakan busana batik, tapi tidak jarang yang
mengenakan pakaian resmi, seperti setelan lengkap dengan jas dan dasinya. Ada
juga yang mengenakan busana untuk menghadiri resepsi pernikahan. Bahkan nampak
pula ratusan tamu yang mengenakan busana bordir. Rupanya sulaman bordir bagi
warga Tasikmalaya sudah menjadi ciri pakaian mereka. Ada juga yang mengenakan
busana muslimah yang dipadukan dengan bordir bunga. Sesaui dengan suasana
pernikahan yang mendominasi bunga-bunga segar sebagai perhiasan ruangan atau
gedung.
Ketika masa
jayanya Gabungan Pengusaha Bordir Tasikmalaya, (Bapebta) sempat melakukan
pemasaran ke Bandung dan Jakarta. Pengusaha Bordir Tasikmalaya berusaha mencari
terobosan dengan melakukan effesiensi untuk meningkatkan daya saing produk
bordir yang dipasarkan ke Pasar Tanah Abang, Jakarta dan lainnya. Langkah itu,
sebagai bagian Bordir Tasikmalaya untuk menghadapi masuknya pasar bordir asal
Cina, yang diperkirakan akan semakin deras, menyusul dibukanya berpadagangan
pasar bordir di kawasan ASEAN-Cina yang berlaku mulai Januari 2010.
"Selain
itu, kita berusaha melakukan fokus untuk pengembangan ke produk mukena dengan
sistem pembuatannnya menggunakan komputerisasi. Cara itu, ternyata belum ditiru
Cina dan bisa menekan biaya produksi, sehingga memiliki daya saing," kata
H. Asep Ridwan, Ketua Gabungan Pengusaha Bordir Tasikmalaya, (Bapebta) kepada
"PRLM".
Jumlah
pengusaha bordir yang tergabung dalam Gapebta, menurut Asep Ridwan, lebih dari
850 orang. Selama itu, memasarkan produknya sebagian besar ke Pasar Tanah
Abang, Jakarta. Dalam tiga tahun terakhir mereka merasakan bordir Cina sudah
menekan pengusaha Tasikmalaya, terutama di pakaian wanita dan baju koko.
Pakaian Cina itu, kata Asep, murah sekali, sehingga mempengaruhi penjualan
produk bordir Tasikmalaya.
"Setelah
dikaji bersama, ternyata Cina ini menekan harga di pakaian, sedang untuk produk
mukena, kita masih bisa bersaing. Makanya, kita sekarang berusaha mengembangkan
mukena dengan sistem komputerisasi," katanya.
Beda lagi
dengan Atik, modal awalnya hanya 50.000, tapi kini usah bordirnya sukses dan
meraup omzet miliaran rupiah. Atik Jumaeli, mengibarkan Bordir Tasik Hingga ke
Rusia. Mengawali usahanya di bidang bordir Tasik dengan modal Rp 50.000 dan
satu mesin jahit, kini Atik Jumaeli mampu membawa produk andalan usaha Dewi Bordir
memimpin pasar di kelasnya.
Seperti dilansir wirasmada@wordpress@com, bahkan Hj. Siti Atikah Huzaemah Jumaeli, pemilik usaha Dewi Bordir, yang terletak di Jalan Panunggal No. 64, di samping Asrama Polisi Bojong, Tasikmalaya, mampu menggelar produk-produk bordirnya di berbagai negara, mulai dari Singapura hingga Rusia.
Kalau memperhatikan busana bordir yang dikenakan para tamu undangan tadi, ada kemungkinan besar umumnya adalah produk lokal Kota Tasikmalaya.***
Seperti dilansir wirasmada@wordpress@com, bahkan Hj. Siti Atikah Huzaemah Jumaeli, pemilik usaha Dewi Bordir, yang terletak di Jalan Panunggal No. 64, di samping Asrama Polisi Bojong, Tasikmalaya, mampu menggelar produk-produk bordirnya di berbagai negara, mulai dari Singapura hingga Rusia.
Kalau memperhatikan busana bordir yang dikenakan para tamu undangan tadi, ada kemungkinan besar umumnya adalah produk lokal Kota Tasikmalaya.***
0 komentar:
Posting Komentar