Loading...
Jumat, 22 September 2017

Busana Batik Bordir


Ketika masih aktif getting berita, sempat wawancara dengan pengurus koperasi Mitra Batik di daerah Gunung Jambe. Pengungkapan tulisan pun selain mengenai batik, juga bordir. Setelah utak-atik laptop Saya menemukan hasil reportase mengenai geliat keberadaan bordir masa kini.

Busana batik bordir merupakan dua desain yang digemari masyarakat. Mereka menyukai batik, juga menyukai bordir. Walaupun  mereka sudah mempunyai pakaian batik yang sudah siap pakai, tapi untuk menambah pemanis penampilan, pakaian batik itu dilengkapi denga sulaman batik, maka jadilah busana batik bordir.

Sepertinya para pengrajin saat ini hanya bisa ngamaklun atau menjadi buruh saja. Sementara keuntungan terbesar diambil oleh negara Malaysia, termasuk devisa buat negara juga lebih besar diambil Malaysia.

Para perajin sudah merasakan bahwa Tasikmalaya punya cerita, dan Malaysia punya nama. Bahkan jumlah eksport bordir ke Timur Tengah lebih banyak dari Malaysia, bila dibandingkan dengan dari Indonesia. Padahal jika melihat jumlah pengrajin bordir lebih banyak di Indonesia dibandingkan dengan di negara Malaysia.

Jelas kita, para pengrajin, belum merasa sudah bisa menembus pasaran eksport. Karena harga yang kita terima tetap menggunakan rupiah bukan dengan mata uang asing. Jadi keuntungan yang kita peroleh sama saja tidak ada lebihnya.

Kondisi seperti itu menyusul perjanjian ASEAN China Free Trade Agrement (ACFTA), sejumlah pengrajin bordir di Kota dan Kabupaten  Tasikmalaya merasa was-was, karena mereka bukan takut bersaing dengan produk dari negara China, melainkan takut kalah bersaing dengan Malaysia. Sebenarnya, hasil produksi bordir itu hampir kebanyakan dihasilkan para pengrajin bordir asal Tasikmalaya, yang kemudian di eksport Malaysia, dan oleh negara Malaysia selanjutnya disekport kembali ke Timur Tengah.

Saat ini, para pengusaha Malaysia bukan hanya membeli produk bordir dalam jumlah banyak dari Tasikmalaya, tapi juga sudah berani memberikan atau menitipkan merk dan bahan khusus kepada para pengrajin Tasikmalaya, untuk dibuat di Tasikmalaya. Selanjutnya Malaysia terima bahan jadi. Sekitar 60 persen produksi bordir asal Tasikmalaya masuk Malaysia, dalam jumlah yang lumayan besar.

Dalam sebulan Indonesia mengirim barang ke Malaysia sekitar 2000 kodi, hal itu merupakan jumlah yang cukup banyak. Kita takut produk yang kita buat, malah diklaim oleh mereka," kata Ketua Koperasi Gabungan Pengusaha Bordir Tasikmalaya (Gapebta) Tasikmalaya, Asep Ridwan, waktu itu.

Kekhawatiran yang dirasakan para pengrajin cukup beralasan, meskipun para pengrajin sudah bisa menembus pasar dunia, yakni melakukan ekspor ke luar negri, tapi ternyata pembayaran yang diterima perajin masih dalam bentuk rupiah.

Sekertaris Koperasi Gapebta, Isep Rislia saat itu sempat mengatakan pula, dalam persoalan Bordir, di Indonesia khususnya Tasikmalaya belum ada eksportir besar, sehingga peluang bordir di klaim oleh negara lain cukup besar. "Para pengrajin kebanyakanya cukup puas dengan terjualnya barang yang mereka produksi, tanpa lagi memikirkan merek dan branding. Yang penting payu," kilah Isep.

Namun jika dilihat dari segi keuntungan yang diperoleh, pengusaha Malaysia dengan Indonesia, khususnya Tasikmalaya, lebih besar Malaysia. Malaysia bisa menembus ekspor ke mana saja termasuk Timur Tengah. Sementara Indonesia eksport terbesar hanya dilakukan ke Malaysia itupun dengan nilai rupiah.

Bagi para pengusaha yaitu Yadin Rusmin, pengusaha bordir "Raisa Collection" di Kampung Lewosari, Kelurahan Bantarsari, Kecamatan Bungursari, dan Yusup MHG pengusaha bordir "RAAI Collection" asal Leuwianyar, Cipedes, serta H Dedi Warso pengusaha bordir "Ghesa Colection" asal Kampung Babakankupa, Desa Karangmekar, Kecamatan Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya, pengaruh dari China sudah mulai terasa. 

"Buktinya, kalau kita membeli bahan baku dari China itu harganya mahal sekali bila dibandingkan dengan membeli bahan jadi yang harganya lebih murah dari bahan baku tadi. Padahal, kita sebagai pengrajin sangat memerlukan sekali bahan baku berupa bahan dari kain. Aneh kan, bahan baku lebih mahal harganya dari bahan jadi," jelas Yadin Rusmin.***

0 komentar:

Posting Komentar

 
TOP