Loading...
Senin, 04 Desember 2017

Bukan Pakaian Bordir


Seorang bapak separuh baya nampak peluhnya bercucuran membasahi wajahnya di bawah terik matahari. Memang bukan pakaian bordir yang dikenakannya siang itu. Ia hanya mengenakan kaos dan celana lusuh penuh keringat. Bayangkan, ada perasaan iba ketika menyaksikan bapak yang satu ini. Mungkin kalau ada istri atau anaknya yang menyaksikannya akan menitikkan air mata. Rasa tersekat di tenggorokan akan menahan keharuan yang dilakukan bapak itu.

Tapi, pekerjaan bapak itu sungguh mulia. Bukan pakaiannya yang ia perhatikan, melainkan sama-sama punya pekerjaan, walaupun hanya mengenakan pakaian lusuh. Berbeda dengan pakaian pegawai kantoran yang seringkali mengenakan pakaian bordir maupun batik. Jadi, ada persamaan kondisi antara pakaian bordir dan bukan pakaian bordir, yaitu sama-sama kerja. Sama-sama mencari nafkah, untuk menghidupi keluarganya.

Bapak itu bekerja di lapangan sebagai petugas mengaspal jalan. Tanpa lelah dan cekatan nampak ia mahir meratakan aspal curah. Tak dirasakan aspal panas ia injak dengan sepatu bootnya, dan di atasnya sengatan terik matahari menerpa wajah dan sekujur badannya.

Oya, siang itu, ada keinginan untuk menyaksikan pekerjaan pengaspalan jalan di komplek perumahan kami. Kebetulan beberapa ruas jalan di perumahan Winayajaya belum teraspal hotmix. Keinginan melihat dari dekat pengerjaan pengaspalan setelah tetangga menshare foto-fotonya, serta foto stoomwals.

“Istirahat dulu pak, panas,” kata saya sambil memperhatikan bapak yang sedang bekerja.

“Pameng atuda (tanggung) pak, supaya cepat selesai,” bapak itu berkata melihatku sambil menyeka keringat yang mengucur di wajahnya. Nampak ia tersenyum. Dan sekejap pula ia berpaling dariku meratakan aspal kembali dengan alat perata.

Saya membayangkan istri dan anaknya tidak tahu pekerjaan suami dan ayahnya itu sungguh menguras tenaga setiap hari. Ia pun seringkali mempertaruhkan jiwanya untuk menghindari stoomwals yang menghampirinya. Tapi, dengan senang hati ia melaksanakan pekerjaannya.

Saya perhatikan kulitnya hitam kerena kepanasan. Begitupun pakaiannya seadanya, dan mungkin jarang diganti setiap hari. Mungkin itu seragam pekerja sehari-harinya.

Selain dia, masih ada beberapa pemuda teman sekerjanya mengenakan pakaian serupa. Lusuh dan penuh keringat. Untuk menghindari sengatan terik matahari, sesekali mereka menutup kepalanya dengan kaos tangan panjang. Sedangkan operator stoomwals mengenakan topi.

Penghidupan bapak itu bukan duduk di belakang meja, melainkan pekerja keras mempertaruhkan kehidupannya di lapangan. Ia pun tidak mengenakan seragam rapi dan bagus, melainkan cukup kaos dan celana panjang membalut badannya.

Seandainya banyak orang yang mau bekerja keras, niscaya masih bisa menghidupi keluarganya. Masih banyak pengusaha pakaian atau busana masa kini yang bekerja keras memasarkan barangnya, supaya laku di pemasaran. Yang akhirnya akan meningkatkan omzet penjualan.

Pemerintah Kota Tasikmalaya masih membutuhkan sekitar 5.000 wirausaha muda baru (WUB). Untuk itu, diharapkan para wirausaha muda baru itu bisa segera mendaftarkan perusahaannya ke pemerintah Kota Tasikmalaya, untuk dibimbing dan dilatih agar mahir menghadapi era globalisasi.***

0 komentar:

Posting Komentar

 
TOP